Beberapa
bulan ini, beberapa daerah sedang mengalami musim kemarau panjang. Banyak daerah
yang kekeringan,susah mencari air bersih, bahkan terjadi kebakaran hutan.
Ada beberapa
upaya mengatasi kekurangan air tersebut, seperti dengan menggali/mengebor tanah
lebih dalam lagi hingga ratusan meter, menyediakan tangki air keliling, hingga
mengadakan hujan buatan.
Namun
sesungguhnya, ada satu lagi upaya yang tidak hanya mengandalkan kekuatan tenaga
dan pikiran semata. Yaitu upaya ibadah, memohon kepada Allah Sang Maha Kuasa,
Yang Maha Segalanya, Yang menciptakan musim kemarau dan yang mengirimkan hujan,
yakni mengadakan shalat Istisqo', shalat minta hujan.
Pengertian Istisqa
Istisqa
secara bahasa artinya meminta air minum dari orang lain untuk diri
sendiri atau untuk orang lain.
Di dalam
Kitab Fathul Bari Imam Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan, shalat istisqa
adalah shalat meminta hujan kepada Allah, ketika terjadi kekeringan, dengan
aturan dan tata cara tertentu.
Waktu dan
Tempat Shalat Istisqa
Pada kitab al-Mausu’ah
al-Fiqhiyah al-Muyasarah dinyatakan bahwa shalat istisqa dilakukan
pada waktu kapanpun, selain waktu yang terlarang untuk shalat.
Adapun
tempatnya dilakukan di tanah lapang, sebagaimana shalat id, kecuali di Mekah,
dilakukan di Masjidil Haram.
Di dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari Abdullah
bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu disebutkan, bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi Wasallam keluar menuju tanah lapang kemudian shalat istisqa,
beliau menghadap kiblat dan membalik kain pakaian atasan beliau.
Sahabat Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘Anhu menambahkan, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ketika keluar untuk
melaksanakan shalat istisqa, beliau berjalan dengan tunduk, tawadhu, khusyu,
dan penuh perendahan diri kepada Allah.
Ini berbeda
ketika keluar untuk shalat Idul Fitri dan Idul Adha dalam keadaan bersuka
cita.
Hukum Shalat
Istisqa
Shalat
istisqa hukumnya sunnah muakkadah (Sunnah yang sangat dianjurkan,
seperti shalat id), ketika terjadi musim kering/kemarau panjang.
Ibnu ‘Abdil
Barr menyimpulkan bahwa para ulama telah bersepakat bahwa keluar beramai-ramai
untuk shalat istisqa dengan doa dan memohon kepada Allah untuk
menurunkan hujan ketika musim kemaran hukumnya adalah sunnah, yang telah
disunnahkan oleh Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wasallam.
Tata Cara
Shalat Istisqa
Pelaksanaan
shalat istisqa hampir sama dengan pelaksanaan shalat id, tidak diawali dengan
adzan maupun iqamah. Hanya diumumkan saja kepada umat bahwa akan dilaksanakan
shalat istisqa jam berapa dan di tempat mana.
Ulama ahli
fiqih menganjurkan, agar tiga hari sebelum shalat istisqa dilaksanakan,
terlebih dahulu seorang pemimpin atau ulama setempat menyerukan kepada
masyarakat agar melaksnakan puasa (shaum) sunah dan bertaubat
meninggalkan segala bentuk kemaksiatan serta kembali beribadah, menghentikan
perbuatan yang zalim dan mengusahakan perdamaian.
Kaum
Muslimin dan muslimat yang melaksanakan shalat istisqa, sebaiknya memakai pakaian
yang sederhana, tidak berhias dan tidak pula memakai wewangian.
Hal ini
seperti disebutkan di dalam hadits :
Artinya:
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam keluar dengan penuh tawadhu’, berpakaian sederhana, penuh kekhusyuan,
tidak tergesa-gesa, lalu memohon dengan penuh kesungguhan, kemudian beliau
melakukan shalat dua rakaat seperti Shalat pada hari raya.” (H.R. Imam Ibnu
Majah).
Setelah
semua berkumpul di tanah lapang, imam shalat yang sekaligus khatib berdiri di
depan makmum, kemudian shalat dua rakaat. Setelah itu dilanjutkan dengan
khutbah.
Pada rakaat
pertama setelah takbiratul ihram (takbir pertama), dilanjutkan bertakbir
7 (tujuh) kali dan pada rakaat kedua setelah bangkit dari sujud, bertakbir 5
(lima) kali.
Setelah
takbir ketujuh, kemudian membaca doa iftitah, surat al-fatihah, dan surat.
Tidak ada surat tertentu yang dianjurkan untuk dibaca, sehingga bisa membaca
surat apapun.
Ruku’,
i’tidal, sujud, dan seterusnya sampai berdiri pada rakaat kedua, sama dengan
shalat seperti biasanya. Begitu juga pada rakaat kedua, setelah takbir 5 (lima)
kali, membaca al-fatihah, surat, begitu setersunya sampai salam. Setelah itu
imam shalat melaksanakan khutbah.
Namun
sebagian ulama ahli fiqih juga berpedapat bahwa tata cara shalat istisqa adalah
sebagaimana shalat sunnah biasa, yaitu sebanyak dua rakaat tanpa ada tambahan
takbir dan lainnya sebagaimana pada shalat id.
Hal ini
didasari hadits dari Abdullah bin Zaid, yang menyebutkan bahwa “Nabi
Shallallahu ’Alaihi Wasallam keluar menuju lapangan. Beliau meminta hujan
kepada Allah dengan menghadap kiblat, kemudian membalikan posisi selendangnya,
lalu shalat dua rakaat. (pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim).
Ini juga
menunjukkan beliau khutbah dan berdoa terlebih dahulu, baru kemudian shalat
istisqa.
Ibnu Qudamah
Al-Maqdisi setelah menjelaskan dua tata cara ini mengatakan bahwa mengerjakan
yang mana saja dari dua cara tersebut adalah boleh dan baik.