Persaudaraan kadang seperti
tingkah dahan-dahan yang ditiup angin. Walau satu pohon, tak selamanya gerak
dahan seiring sejalan. Adakalanya seirama, tapi tak jarang berbenturan.
Tergantung mana yang lebih kuat: keserasian batang dahan atau tiupan angin yang
tak beraturan. Persaudaraan adalah sebuah anugerah Allah Ta’ala yang teramat
mahal buat mereka yang terikat dalam keimanan. Segala kebaikan pun terlahir
bersama persaudaraan. Menghormati yang lebih tua, menyayangi yang lebih muda, saling
tolong-menolong sesama manusia merupakan wujud dari bentuk persaudaraan. Namun
adakalanya dalam hubungan antara sesama manusia yang telah terikat dalam tali
persaudaraan tersebut acapkali terjadi kesalah pahaman, khilaf yang seringkali
timbul rasa kebencian terhadap sesama saudara pun tidak bisa lagi terhindarkan
Syariat Islam sungguh indah. Ia
mengajarkan adab nan tinggi dan akhlak yang mulia. Silaturahim adalah resep
mustajab untuk ini semua. Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjelaskan bahwa silaturahim termasuk inti dakwah Islam,
sebagaimana diriwayatkan Abu Umamah, dia berkata: Amr bin ‘Abasah
As-Sulami radhiyallahu ‘anhu berkata:
Aku berkata: “Dengan apa
Allah mengutusmu?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Allah mengutusku dengan silaturahim, menghancurkan berhala dan
agar Allah ditauhidkan, tidak disekutukan dengan-Nya sesuatupun.” (HR.
Muslim, Kitab Shalatul Musafirin, Bab Islam ‘Amr bin ‘Abasah, no.
1927)
An-Nawawi rahimahullahu
menjelaskan hadits ini dengan menyatakan: “Dalam hadits ini terdapat dalil
yang sangat jelas untuk memotivasi silaturahim. Karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengiringkannya dengan tauhid dan tidak menyebutkan
bagian-bagian Islam yang lain kepadanya (‘Amr). Beliau hanya menyebutkan yang
terpenting, dan beliau awali dengan silaturahim.” (Syarh Shahih Muslim,
5/354-355).
Silaturahim artinya adalah
menyambung tali persaudaraan kepada kerabat yang memiliki hubungan nasab.
Allah Subhanahu wa Ta’ala melengkapi perintah untuk menyambung
tali silaturahim. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang
menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka
takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.” (Ar-Ra’d:
21)
Asy-Syaikh Abdurrahman
As-Sa’di rahimahullahu menyatakan ini umum meliputi semua
perkara yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan untuk
menyambungnya, baik berupa iman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam, mencintai-Nya dan mencintai Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam, taat beribadah kepada-Nya semata dan taat kepada
Rasul-Nya. Termasuk juga, menyambung kepada bapak dan ibu dengan berbuat baik
kepada mereka, dengan perkataan dan perbuatan, tidak durhaka kepada mereka.
Juga, menyambung karib kerabat, dengan berbuat baik kepada mereka dalam bentuk
perkataan dan perbuatan. Juga menyambung dengan para istri, teman, dan hamba
sahaya, dengan memberikan hak mereka secara sempurna, baik hak-hak duniawi
ataupun agama.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 481).
Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam juga menjelaskan tentang pentingnya membina hubungan
silaturahmi, sebagaimana dalam sabda beliau :“Seseorang berkata: ‘Ya
Rasulullah, beritahukan kepadaku amalan yang akan memasukkan aku ke surga dan
menjauhkanku dari neraka.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan sesuatu
dengan-Nya, menegakkan shalat, menunaikan zakat, dan menyambung silaturahim’.”
(HR. Al-Bukhari, 3/208-209, Muslim no.
13). Dan janji Allah terhadap orang yang menyambung tali silaturahmi
diantaranya akan dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya sebagiamana
hadits yang diriwayatkan dari Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang ingin
dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, hendaknya ia menyambung tali
silaturahimnya.” (HR. Al-Bukhari 10/348,Muslim no.
2558, Abu Dawud no. 1693)
Silaturahmi adalah kunci
terbukanya rahmat dan pertolongan Allah SWT. Dengan terhubungnya silaturahim,
maka ukhuwah Islamiyah akan terjalin dengan baik. Setelah kita mengetahui
segala hal mendasar tentang silaturahim hendaknya kita bisa merealisasikan
dalam kehidupan sehari hari.
(Kutipan singkat dari Buku dengan Judul “Bahaya
Memutus Tali Silaturahim” penulis Abdul Qadir Abu Thalib penerbit Pustaka
Attibyan Solo)