Tulisan jalan

burung

animasi blog

Selasa, 13 Oktober 2015

MEWASPAI KESYIRIKAN DI BULAN SURO (MUHARRAM)




Tanggapan masyarakat mengenai bulan Suro atau bulan Muharram tidak lepas dari ungkapan di bawah ini.
 "Bulan suro adalah bulan penuh musibah, penuh bencana, penuh kesialan, bulan keramat dan sangat sakral".
Dari tanggapan di atas kita akan melihat berbagai ritual untuk menghindari kesialan, bencana, musibah dilakukan oleh mereka. Di antaranya adalah acara ruwatan, yang berarti pembersihan. Mereka yang diruwat diyakini akan terbebas dari sukerta atau kekotoran. Ada beberapa kriteria bagi mereka yang wajib diruwat, antara lain ontang-anting (putra/putri tunggal), kedono-kedini (sepasang putra-putri), sendang kapit pancuran (satu putra diapit dua putri). Mereka yang lahir seperti ini menjadi mangsa empuk Bhatara Kala, simbol kejahatan.
Karena kesialan bulan Suro ini pula, sampai-sampai sebagian orang tua menasehati anaknya seperti ini: ”Nak, hati-hati di bulan ini. Jangan bepergian dengan naik kendaraan, nanti bisa celaka. Ini bulan suro lho.
Karena bulan ini menurut mereka adalah bulan sial, sebagian orang tidak mau melakukan hajatan nikah, dsb. Jika melakukan hajatan pada bulan ini bisa mendapatkan berbagai musibah, acara pernikahannya tidak lancar, mengakibatkan keluarga tidak harmonis, dsb. Itulah berbagai anggapan masyarakat mengenai bulan Suro dan kesialan di dalamnya.
Ketahuilah saudaraku bahwa sikap-sikap di atas tidaklah keluar dari dua hal yaitu mencela waktu dan beranggapan sial dengan waktu tertentu. Karena ingatlah bahwa mengatakan satu waktu atau bulan tertentu adalah bulan penuh musibah dan penuh kesialan, itu sama saja dengan mencela waktu.

Perlu kita ketahui bersama bahwa mencela waktu adalah kebiasaan orang-orang musyrik. Mereka menyatakan bahwa yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu. Allah pun mencela perbuatan mereka ini. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah: 24). Jadi, mencela waktu adalah sesuatu yang tidak disenangi oleh Allah. Itulah kebiasan orang musyrik dan hal ini berarti kebiasaan yang jelek.
Begitu juga dalam berbagai hadits disebutkan mengenai larangan mencela waktu. Di antaranya terdapat hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Allah ’Azza wa Jalla berfirman, ’Aku disakiti oleh anak Adam. Dia mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang membolak-balikkan malam dan siang.”[5]
Dari sini, mencela waktu digolongkan sesuatu yang telarang, bisa jadi haram, bahkan bisa termasuk perbuatan syirik. Kenapa demikian? Karena Allah sendiri mengatakan bahwa Dia-lah yang mengatur siang dan malam. Apabila seseorang mencela waktu dengan menyatakan bahwa bulan ini adalah bulan sial atau bulan ini selalu membuat celaka, maka sama saja dia mencela Pengatur Waktu, yaitu Allah ’Azza wa Jalla.
Kita juga akan melihat berbagai macam ritual yang dilaksanakan di bulan Suro.
Di Solo akan diarak seekor Kebo (dinamakan Kyai Slamet) di tengah manusia lalu diambil berkah dari kotorannya. Ada yang menganggap bahwa kotoran ini –jika disimpan- akan mendatangkan banyak rizki dan memperlancar usaha.
Kami cuma bisa berkomentar, “Ini suatu yang tidak masuk akal. Kok hanya kotoran, apalagi kotoran kebo bisa diambil berkahnya [?] Sunggguh sangat tidak logis! Apalagi ini adalah ngalap berkah yang termasuk kesyirikan karena di dalamnya terdapat ketergantungan pada selain Allah dalam mengambil manfaat dan menolak bahaya. Na’udzubillahi min dzalik.”
Di tempat lain ketika memasuki bulan Suro yang dianggap sangat sakral, kita juga akan melihat orang-orang membersihkan pusaka atau benda-benda keramatnya seperti keris, kereta peninggalan leluhur dan lain sebagainya. Ada juga yang melakukan arak-arakan tumpeng lalu diambil berkahnya. Juga ada yang melakukan ritual kungkum (berendam di tempat-tempat tertentu) untuk penyucian diri. Dan masih banyak ritual lainnya ketika itu.

Bulan suro dianggap amatlah sakral, sehingga jadi ajang ritual-ritual tadi. Yang jelas, ritual-ritual tadi tidak terlepas dari kesyirikan dan bid’ah (sesuatu yang diada-adakan). Agama Islam tidak pernah mengajarkan ritual-ritual semacam itu. Ritual-ritual tadi hanya warisan leluhur yang turun temurun yang tidak pernah diajarkan sama sekali oleh agama ini. Seorang yang beriman pada Allah dan Rasul-Nya dengan benar tentu tidak akan melakukan ritual-ritual semacam ini apalagi ritual ini tidak terlepas dari kesyirikan dan bid’ah. Maka seharusnya seorang muslim berpikir berulang kali untuk melakukan ritual-ritual tadi karena akibat syirik dan bid’ah yang sangat besar.
Di antara bahaya syirik adalah akan menghapus seluruh amalan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
 “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al An’am[6]: 88).
Apabila orang seperti ini tidak bertaubat, maka diharamkan baginya surga. Allah Ta’ala berfirman,
”Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al Maidah [5]: 72)
Subhanallah, sungguh sangat mengerikan sekali dampak dari berbuat syirik.
Begitu juga dampak dari berbuat bid’ah. Pelaku bid’ah tidak akan merasakan nikmatnya meminum air di telaga Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat nanti dan mereka tidak akan mendapatkan syafa’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ ” (HR. Bukhari no. 7049)
Dalam riwayat lain dikatakan,
“(Wahai Rabbku), mereka betul-betul pengikutku. Lalu Allah berfirman, ‘Sebenarnya engkau tidak mengetahui bahwa mereka telah mengganti ajaranmu setelahmu.” Kemudian aku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) mengatakan, “Celaka, celaka bagi orang yang telah mengganti ajaranku sesudahku.” (HR. Bukhari no. 7051)

Inilah do’a laknat untuk orang-orang yang berbuat bid’ah. Seharusnya ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja yang kita ikutilah dan itu akan membuat kita merasa cukup. Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
“Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), janganlah membuat bid’ah. Karena (sunnah) itu sudah cukup bagi kalian. Semua bid’ah adalah sesat.” (Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770
Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih)
Sebagaimana yang telah kami jelaskan di awal bahwa bulan Muharram adalah bulan yang mulia. Bulan ini disebut bulan haram karena berbagai macam keharaman seperti pembunuhan dilarang ketika itu. Ini berarti keharaman yang lebih besar dari pembunuhan lebih keras lagi untuk dilarang. Jadi, perbuatan syirik dan bid’ah lebih keras pelarangannya ketika dilakukan pada bulan haram termasuk bulan Suro (bulan Muharram). Wallahu a’lam bish showab.
Semoga kita dijauhkan oleh Allah dari berbuat syirik dan bid’ah.
Semoga Allah memperbaiki aqidah dan keyakinan kaum muslimin. Semoga Allah memudahkan dalam setiap hajat kita. Dan semoga kita termasuk orang-orang yang bersabar ketika menghadapi musibah dan setiap takdir Allah.
Allahumman fa’ana bima ’alamtanaa, wa ’alimnaa maa yanfa’una wa zidna ’ilma. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ’ala nabiyyina Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar