Momentum
pergantian tahun, umumnya dirayakan dengan meriah. Penuh sorak-sorai dan
gemuruh tiupan terompet yang beraneka ragam bunyinya. Gemerlap lampu tersebar
di berbagai sudut kota. Indahnya pancaran kembang api di angkasa mewarnai
kegelapan langit pada detik-detik pergantian tahun.
Dari
berbagai macam persiapan dan berbagai macam rencana yang telah mereka lakukan
tidaklah banyak manfaat yang bisa diambil dari perayaan tahun baru tersebut.
Dari hasil pesta perayaan tahun baru tersebut yang tampak hanyalah
sampah-sampah yang berserakan di jalan-jalan dan macetnya lalu lintas yang tak
terkendalikan setelah selang beberapa jam kemudian. Bukankah ini menunjukkan
bahwa peristiwa pergantian tahun hanya merupakan fenomena sesaat yang
memberikan kenikmatan dalam hitungan menit. Itulah sebabnya orang secara tidak
sadar telah menghamburkan sekian banyak uang untuk menikmati perpindahan tahun
tersebut. Bukan Tahun Barunya yang penting, tetapi bagaimana setiap manusia
mulai menata ulang sikap mentalnya untuk memasuki tahun baru.
Di
balik perayaan malam pergantian tahun baru yang cukup meriah dari tahun ke
tahun, sebenarnya ada makna yang bisa diambil dari pergantian tahun itu. Makna
yang terkandung adalah, kita harus introspeksi diri kita di tahun sebelumnya
dan menentukan visi dan misi yang akan dicapai pada tahun yang baru ini. Pasti
kita masih ingat kejadian-kejadian atau peristiwa yang kita alami di tahun
sebelumnya, dari mulai peristiwa atau kejadian yang menyenangkan, menyedihkan,
menjengkelkan atau bahkan yang memalukan sekalipun. Hal-hal itulah yang dapat
kita jadikan sebagai pelajaran di tahun-tahun berikutnya agar kita bisa menjadi
seseorang yang lebih dewasa, karena pengalaman atau setiap peristiwa yang kita
alami setiap hari merupakan pelajaran kehidupan yang sangat berharga.
Tahun
Baru berarti memiliki cara pandang yang baru dan suci dalam upaya dan usaha
memperoleh sesuatu yang baru. Tahun Baru juga berarti mengasah kompetensi diri
dengan metode yang baru untuk meraih jenjang karier yang baru. Jangan sampai
seperti seorang pembelah kayu yang terus menerus menyia-nyiakan waktu dan
tenaganya untuk membelah kayu dengan kapak tumpul, karena tidak punya cukup
waktu untuk berhenti dan mengasah kapak itu.
Sebagai
manusia yang memiliki akal sehat tentunya kita harus bisa merubah cara berpikir
dan berperilakunya yang keliru dengan cara melejitkan potensi-potensi yang ada
dalam dirinya secara maksimal dalam bingkai keimanan dan ketaqwaan, menebarkan
kebaikan dan mencegah dari perbuatan yang mungkar yang merugikan manusia
lainnya. Kita akan dianggap kelompok orang yang beriman jika dalam setiap gerak
kita aksi kita selalu bertaburan kebaikan dan sepi dari kemungkaran. Kesadaran
untuk menjadi mukmin secara hakiki akan mengantarkan kita kepada pola pikir dan
aksi yang positif, mendorong kita untuk melakukan kerja besar dan menghindarkan
kita dari perbuatan/ pekerjaan yang sia-sia.
Oleh
karena itu kita harus mulai dari diri kita (ibda’ binafsik) selanjutnya
kesadaran individu harus bermetamorfosis menjadi kesadaran kolektif, menjadi
kesadaran umat, sehingga kita mampu menempatkan diri pada tempat yang
seharusnya. Kita harus menjadi umat yang mulia dan bukan menjadi hina. Dari
sinilah kita bisa menemukan jati diri yang sesungguhnya tentang makna kehidupan
dan arti hidup sehingga hidup ini dapat memberi manfaat bagi semua di dalam
memperingati tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar